Jumat, 24 Januari 2014

Rumah Adat Tongkonan Toraja

Tana Toraja.
Kabupaten Tana Toraja yang beribukota di Makale secara geografis terletak di bagian Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Berbatasan dengan:
•    Sebelah utara adalah Kabupaten Toraja Utara dan Propinsi Sulawesi Barat
•    Sebelah Selatan adalah Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang
•    Sebelah Timur adalah Kabupaten Luwu
•    Sebelah Barat adalah Propinsi Sulawesi Barat
Tana Toraja merupakan salah satu daya tarik wisata Indonesia, dihuni oleh Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan.
Salah satu budaya Suku Toraja yang terkenal adalah Buntu Kalando atau Rumah Tongkonan yang mana akan dibahas oleh kelompok kami kali ini.

Sejarah
Tongkonan adalah rumah adat dengan ciri rumah panggung dari kayu dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Atap rumah tongkonan dilapisi ijuk hitam dan bentuknya melengkung persis seperti perahu telungkup dengan buritan.
Konon, nenek moyang orang Toraja yang berasal dari Yunan, Teluk Tongkin di China datang menggunakan perahu melalui sungai. Saat mereka mendirikan tempat tinggal, mereka menggunakan perahu mereka itu menjadi atapnya dengan cara di balik.
Tongkonan dibagi ke dalam tiga macam berdasarkan kelas sosial, yaitu:
1.    Tongkonan Layuk. Tongkonan ini dibangun untuk orang berkuasa dan sebagai pusat pemerintahan.
2.    Tongkonan Pekamberan. Tongkonan Pekamberan merupakan rumah bagi keluarga yang dipandang hebat dalam adat.
3.     Tongkonan Batu. Jenis ketiga ini adalah rumah bagi keluarga biasa

Pola desa Tana Toraja melintang dari Timur ke Barat karena menurut suku Toraja Sebelah Timur (Matallo) atau tempat terbitnya matahari merupakan tempat asalnya kebahagiaan sedangkan sebelah Barat (Matampu) merupakan lawan dari kebahagiaan atau kehidupan. Sedangkan Tongkonan harus menghadap ke utara, letak pintu di bagian depan rumah. dengan keyakinan bumi dan langit merupakan satu kesatuan dan bumi.



Adat Istiadat
Selain Tongkonan, Suku Toraja memiliki adat istiadat dan budaya lain. Diantaranya:
1.    Upacara Mangarara Banua, berfungsi untuk meresmikan rumah (Tongkonan) sebelum ditinggali.
2.    Tarian Pagelu, Tarian yang diikuti oleh wanita Toraja dalam mengiringi Upacara mangrara banua yang diiringi oleh tabuhan gendang. Tarian ini menyimbolkan sebagai ungkapan syukur serta memohon agar Tongkonan diberikan berkah dan terhindar dari malapetaka.
3.    Upacara adat rambu tuka, yaitu selamatan rumah adat yang baru, atau yang baru saja selesai direnovasi.
4.    Upacara Rambu Solo, yaitu upacara pesta kematian. Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal belum bisa disebut orang mati. Bagi mereka sebelum terjadinya upacara Rambu Solo' maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit. Karena statusnya masih 'sakit', maka orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan rokok atau sirih.
5.    Kubur Batu, Orang Toraja tidak menguburkan jenazah di dalam tanah, tapi di dalam batu. Mereka menganggap tanah adalah elemen suci yang menumbuhkan kehidupan, sehingga jenazah lebih baik disimpan di dalam batu.

Tampak:

Rumah Tongkonan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Kolong (Sulluk Banua), biasanya dihuni oleh hewan ternak
2. Ruangan rumah (Kale Banua)
3. Atap (Ratiang Banua), bentuknya melengkung mirip tanduk kerbau atau perahu terbalik.
Rumah tongkonan juga di lengkapi dengan lumbung padi yang di sebut Alang. Letaknya berada di depan atau di samping rumah Tongkonan.



Denah:
1. Tandok
Tandok terletak di bagian depan rumah tongkonan. Tandok digunakan sebagai tempat ruang tidur keluarga.
2. Sali’
Sali’ terletak di bagian tengah rumah Tongkonan. Sali’ digunakan sebagai tempat untuk berkumpul dengan keluarga juga digunakan sebagai dapur dan tempat untuk membuat kerajinan tangan.
3. Sumbu
Sumbu terletak di bagian belakang rumah Tongkonan. Biasanya Sumbu digunakan sebagai tempat barang atau sebagai kamar untuk orang tidur (mayat). Dalam tradisi orang toraja, jika Orang tidur (mayat) yang telah disimpan dibagian sumbu biasanya sudah mau di upacarakan.

Pondasi
Pada umumnya sistem struktur yang dipakai untuk bangunan Tongkonan adalah sistem konstruksi pasak (knock down). Yaitu teknik konstruksi yang menggunakan sistem sambungan tanpa paku dan alat penyambung selain kayu. Bahan pondasi sendiri terbuat dari batu gunung

Kolom/Tiang A’riri
Terbuat dari kayu uru,bentuk kolom persegi empat. Selain itu, digunakan juga kayu nibung agar tikus tidak dapat naik ke atas, karena serat dari kayu ini sangat keras dan sapat sehingga terlihat licin. Kolom disisi barat dan timur jaraknya rapat dan berjumlah banyak, agar kuat menampung orang-orang yang datang saat upacara kematian.

Balok
Seperti sloof, yaitu sebagai pengikat antara kolom-kolom sehingga tidak terjadi pergeseran tiang dengan pondasi. Hubungan balok dengan kolom disambung dengan pasak yang terbuat dari kayu uru.

Lantai
Terbuat dari bahan papan kayu uru yang disusun di atas pembalokan lantai. Disusun pada arah memanjang sejajar balok utama. Sedangkan untuk alang terbuat dari kayu banga.


Dinding
Dinding disusun satu sama lain dengan sambungan pada sisi-sisi papan dengan pengikat utama yang dinamakan Sambo Rinding. Fungsinya sebagai rangka dinding yang memikul beban. Pada dinding dalam , tidak terdapat ornamen-ornamen, hanya dibuat pada bagian luar bangunan.

Tangga
Tangga Rumah Tongkonan terletak dibagian samping rumah, menuju pada pintu masuk atau terletak di bagian tengah rumah menuju langsung ruang tengah atau Sali. Tangga menggunakan kayu uru, yaitu sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi.

Pintu
Pintu rumah Tongkonan nampak dihiasi dengan beberapa motif ukiran. Salah satu motif pada gambar pintu rumah tersebut adalah motif Pa' Tedong. Ukiran yang melambangkan kemakmuran. Sebagai pegangan, di pintu ditempatkan ekor kerbau yang dipotong hingga pangkal ekor dan telah dikeringkan. Memasuki rumah adat ini mempunyai cara tertentu yaitu pintu masuk harus diketuk dengan membenturkan kepala perlahan lahan.

Jendela
Jendela pada rumah Tongkonan umumnya terdapat 8 buah. Masing-masing di setiap arah mata angin terdapat 2 jendela. Fungsinya adalah sebagai tempat masuknya aliran angin dan cahaya matahari dari berbagai arah mata angin.

Atap
Atapnya melengkung menyerupai perahu (merupakan pengaruh budaya Cina) terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng) dan diatasnya dilapisi ijuk hitam. Terbuat dari bambu pilihan yang disusun tumpang tindih dengan dikait oleh beberapa reng bambu dan diikat oleh rotan/tali bambu.





Ornamen

A.    Ukiran Kayu
Beberapa contoh ukiran kayu suku Toraja adalah:
1.    Pa' barre Allo, Lambang dari sumber kehidupan yang berasal dari sang pencipta.
2.    Pa' Manuk Londong, melambangkan adanya aturan atau norma hukum (adat) dan kepemimpinan.
3.    Pa' tedong, merupakan lambang tulang punggung kehidupan dan kemakmuran.
4.    Pa’ Doti Langi melambangkan kepintaran / prestasi yang tinggi, kearifan dan ketenangan, juga mempunyai cita-cita yang tinggi

B.    Kepala Kerbau (Kabongo)
Kepala kerbau menjadi ciri khas dari rumah tongkonan. Kepala kerbau tersebut ditempel di depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau pada tiang utama di depan setiap rumah. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau yang terpasang di depan rumah semakin tinggi pula derajat keluarga tersebut. Tanduk kerbau di depan tongkonan melambangkan kemampuan ekonomi keluarga yang mendiami rumah tersebut saat upacara penguburan anggota keluarganya.

C.    Katik
Katik adalah ukiran berbentuk naga, ular, burung alo dan lain-lain. Dipasang diatas punggung kabongo. Maknanya adalah kekuatan, kewibawaan, kekuatan dan status yang tinggi.

Pemasangan kabongo ( kepala kerbau) dan Katik( bentuk kepala ayam) hanya boleh dipasang pada Tongkonan Layuk dan Pekamberan sedangkan Tongkonan Batu A Riri tidak.

D.    Warna
Aluk To Dolo merupakan empat warna dasar, yaitu hitam, merah, kuning, dan putih mewakili kepercayaan asli Toraja. Kematian dan kegelapan dilambangkan dengan warna hitam, sementara kuning melambangkan anugerah dan kekuasaan ilahi. Merah merupakan warna darah yang melambangkan kehidupan manusia (pengaruh budaya Cina). Sementara daging dan tulang dilambangkan dengan warna putih yang artinya suci.

Karya Fadiah Nurannisa, Fatimah Chitra Setiawan, Kafi Pangestu, Togu Riotama & William

1 komentar: