Pemuda dan
sosialisasi
Internalisasi belajar dan spesialisasi adalah :
Masa remaja adalah
masa transisi dan secara psikologis sangat problematic. Masa ini memungkinkan
mereka berada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hukum) akibat kontradikisi
norma maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian seringkali muncul
perilaku menyimpang. Kondisi ini menjadi sasaran pengaruh media massa. Demikian
rangkuman pembicaraan Dekan FISIP-UI Dr.
Manasse Malo, Ketua Jurusan Psikologi Sosial-UI Drs. Enoch Markum dan Staff
Pengajar Jurusan komunikasi Massa Drs. Zulkarimen Nasution M.Sc. dalam seminar
“ Remaja dalam Prospek Perubahan Sosial”.
Anomi menurut Enoch Markum muncul akibat
kekaburan norma. Misalnya norma A yang ditanamkan dalam keluarga sangat
bertentangan dengan norma B yang ia saksikan diluar lingkungan keluarga.
Orientasi
Mendua menurut Dr. Male , adalah orientasi yang bertumpu pada harapan
orang tua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan dengan keterikatan
loyalitas terhadap peer (teman sebaya), baik itu dilingkungan belajar (sekolah)
ataupun diluar sekolah.Sementara itu Zulkarimen Nasution mengutip pendapat ahli
komunikasi J. Kapper dalam bukunya The Effect of Mass Communication mengatakan
bahwa kondisi bimbang yang di alami oleh remaja menyebabkan mereka melahap
semua isi informasi tanpa ada seleksi didalamnya. Dengan demikian mereka adalah kelompok
potensial yang mudah dipengaruhi media massa, apapun bentuknya.
Untuk mengatasi hal ini Dr. Malo mengemukakan
beberapa alternative. Jalan keluar yang diambil harus memperhitungkan peranan
peer group. Program pendidikan yang melawan arus nilai peer, besar
kemungkinanya tidak berhasil. Penggunaan waktu luang remaja juga perlu
diperhatikan.
Peran
Media Massa, menurut Zulkarimen Nasution Dewasa ini tersedia banyak pilihan
informasi. Dengan demikian,
kesan semakin permisifnya masyarakat juga tercermin pada isi
media yang beredar. Sementara masa. remaja yang
merupakan periode peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, ditandai beberapa
ciri. Pertama, keinginan memenuhi dan menyatakan identitas diri.
Kedua, kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua. Ketiga,
kebutuhan memperoleh akseptabilitas di tengah sesama remaja.
Ciri-ciri
ini menyebabkan kecenderungan remaja melahap
begitu saja arus informasi yang serasi dengan
selera dan keinginan mereka. Zulkarimen juga mengamati, para
tetua yang tadinya berfungsi sebagai penapis informasi
atau pemberi rekomendasi terhadap
pesan-pesan yang diterima kini tidak
berfungsi sebagai sediakala.
Sebagai jalan
ke luar ahli komunikasi ini melihat
perlunya membekali remaja dengan keterampilan berinformasi yang
mencakup kemampuan menemukan, memilih, menggunakan dan mengevaluasi
informasi. Keterampilan ini ada baiknya disisipkan lewat pelajaran
yang ada di sekolah, sehingga secara builtin menjadi
bagian yang utuh dari keseluruhan
prcstasi belajar remaja di sekolah masing-masing. Di samping itu, juga
dengan melakukan intervensi ke dalam lingkungan informasi mereka secara
interpersonal. Pemecahan lainnya adalah
bimbingan orang tua dalam menglonsumsi media massa.
Perlu dikembangkan, Arif Gosita SH yang berbicara mengenai kecenderungan-kecenderungan relasi orang tua dan remaja (KROR) menyatakan KROR positif merupakan factor pedukung hubungan orang tua dan remaja yang edukatif. Mengembangkan KROR yang positif, menurut Arif Gosita bukan hal yang mudah karena harus menghadapi KROR negative yang terus berkembang akibat situasi dan kondisi tertentu misalnya perubahan social.
Pemuda dan Identitas adalah:
Pemuda merupakan
sekolompok orang yang mempunyai semangat dan sedang dalam tahap pencarian jati
diri. Pemuda juga merupakan generasi penerus bangsa. Beberapa orang mengatakan,
pemuda tidak dilihat dari usianya melaikan dari semangatnya. Maju mundurnya
suatu bangsa tidak lepas dari peranan para pemuda.
Sedangkan identitas atau jati diri merupakan
sikap atau sifat yang ada dalam diri seseorang. Pada saat usia masih mudalah
biasanya orang mulai melakukan pencarian jati diri atau mengenali identitas
dirinya.
Dalam tahap pencarian identitas inilah
terkadang masih menemukan kendala. Apalagi dizaman yang serba bebas sekarang
ini. Pergaulan merupakan faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya jatidiri
pemuda. Hal itu dapat dibuktikan dengan melihat media masa, tidak dapat kita
pungkiri lagi bahwa cukup banyak tindak kriminal yang yang diberitakan oleh
media masa itu, pelakunya adalah para pemuda. Mulai dari tawuran antar pelajar,
perkelahian antar geng, narokoba, dan tindakan asusila lain. Dari contoh
tersebut dapat dikatakan bahwa moral pemuda zaman sekarang sudah menurun
dibanding pemuda generasi sebelumnya. Pemuda mulai kehilangan jati dirinya
karena mereka cenderung ikut-ikutan ke dalam pergaulan yang bebas yang sedang
”in” saat ini.
Sangat disayangkan apabila kita melihat
pengambaran mengenai pemuda seperti diatas. Karena pemuda mempunyai semangat
untuk melakukan perubahan yang sangat berpengaruh dalam meneruskan perjuangan
bangsa dan agama. Ada beberapa solusi agar pemuda tidak kehilangan jatidirinya,
yaitu sangat dibutuhkan peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya agar bisa
menjadi pemuda yang berguna. Selain itu, pendidikan agama dan akhlak yang mulia
juga harus ditanamkan kepada para pemuda agar tidak mudah terpengaruh kedalam
tindakan kemaksiatan.
Oleh karena itu Kita sebagai pemuda-pemudi
harapoan bangsa jangan sampai kehilangan identitas kita. Matrilah kita mulai
perubahan dari diri kita sendiri agar kita dapat memajukan bangsa ini dan dan
kita dapat menjadi pemuda yang bermanfaat bagi agama dan bangsa.
Perguruan dan pendidikan:
o
Mengembangkan Potensi Generasi Muda sangat
penting, karena kaum muda memang betul-betul merupakan suatu sumber bagi
pengembangan masyarakat dan bangsa. Di abad ke-20 ini, yang dihuni mayoritas
oleh kaum muda berusia 17 tahunan, timbul dua deretan pertanyaan, 1. Apakah
generasi muda itu telah mendapat kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan
dan keterampilan? 2. Sampai dimanakah
penyelengaraan pndidikan formal dan non-formal beperan bagi pembangunan.
Terutama bagi Negara-negara yang sedang berkembang?.
Pada
nyatanya negara-negara yang sedang berkembang masih banyak mendapat kesulitan
untuk penyelengaraan pengembangan tenaga usia muda melalui pendidikan.
Negara-negara sedang berkembang juga selalu kekurangan tenaga terampil dalam
mengisi lowongan-lowongan pekerjaan. Hal yang sama juga dirasakan nehara
berkembang yang manakala untuk melaksanakan program-program industralisasi yang
menuntut tenaga-tenaga terampil berkualitas tinggi. Diegara maju, sala satunya
Amerika Serikat, para generasi muda mendapat
kesempatan luas dalam mengembangkan kemampuan dan potensi idenya.
o
Pendidikan dan Perguruan Tinggi, Namun
demikian tidak dapat disangkal bahwa sumber daya manusia merupakan faktor yang
sangat menentukan dalam proses pembangunan. Disinilah terletak arti penting
dari pendidikan sebagai upaya untuk terciptanya kualitas sumber daya manusia,
sebagai prasarat utama dalam pembangunan. Demikian pula Indonesia menghadapi
kenyataan untuk melakukan usaha keras “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dewasa
ini sudah sekitar 80% dari usia Sekolah
Dasar (6-12) tahun dapat ditampung oleh fasilitas pendidikan dasar yang ada.
Presentase jumlah penduduk yang masih buta huruf diperkirakan sebagai 40%.
Generasi
muda perlu mengenyam pendidikan tinggi menjadi penting, karena pertama, sebagai
kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mereka memiliki
pengetahuan yang luas tentang masyarakatnya, karena adanya kesempatan untuk
terlibat di dalam pemikiran, pembicaraan serta penelitian tentang berbagai
masalah yang ada dalam masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang
paling lama di bangku sekolah, maka mahasiswa mendapatkan proses sosialisai
terpanjang secara berencana, dibandingkan dengan generasi muda lainnya. Ketiga,
mahasiswa yang berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa dapat menyatu dalam
bentuk terjadinya akulturasi social dan budaya. Keempat, mahasiswa sebagai
kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan.