Sabtu, 15 November 2014

Rusunami & Rusunawa (UU No.1 Tahun 2011)

UU No.11 Tahun 2011 membahas tentang perumahan dan kawasan permukiman.

Pembahasan mengenai Perumahan dibahas pada pasal 21, mengenai jenis-jenis rumah:
  • Rumah Komersial: diselengarakan untuk mendapat keuntungan sesuai kebutuhan masyarakat
  • Rumah Umum: Diselengarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR(masyarakat berpenghasilan rendah) dan medapat bantuan dari pemerintah/daerah
  • Rumah Swadaya: Diselengarakan oleh upaya masyarakat sendiri baik individu atau kelompok, yang dibantu oleh pemerintah/daerah
  • Rumah Khusus: Diselengarakan untuk kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus
  • Rumah Negara: Rumah yang diselengarakan oleh pemerintah/daerah
Bentuk-Bentuk Rumah menutut pasal 22 ayat 2
  • Rumah Tunggal: rumah yang memiliki kavling sendiri, yang salah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat diatas batas kavling
  • Rumah Deret: beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing-masing mempunyai kavling sendiri
  • Rumah Susun: adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik kearah vertikal maupun horizontal, dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Pengertian Rusunami dan Rusunawa
Rumah Susun (Rusun) adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-bersama (UU no. 16 tahun 1985). Rusun yang menjadi program pemerintah terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami). Rusunawa adalah Rusun dengan sistem kepenghunian melalui sewa dan merupakan bangunan bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai dan menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal.

Sedangkan Rusunami adalah Rusun dengan sistem kepenghunian melalui mekanisme kepemilikan secara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan merupakan bangunan bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai dan menggunakan lift sebagai transportasi vertikal. Rusun sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. Memerlukan standar perencanaan Rusun sebagai dasar pembangunannya. Standar perencanaan Rusun ini diperlukan agar harga jual/sewa Rusun dapat terjangkau oleh kelompok sasaran yang dituju, tanpa mengurangi asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian Rusun dengan tata bangunan dan lingkungan kota.

Rusunami: merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Rumah Susun atau Rusun merupakan kategori resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain. Namun pada perkembangannya kata ini digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah. Penambahan kata Sederhana setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Kenyataannya rusunami yang digalakkan pemerintah dengan sebutan proyek 1000 Menara merupakan rusuna bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8 yang secara fisik luar hampir mirip dengan rusun apartemen yang dikenal masyarakat luas. Kata Milik berarti seseorang pengguna tangan pertama harus membeli dari pengembangnya. 

Rusunawa:Rumah Susun Sederhana Sewa berarti pengguna harus menyewa dari pengembangnya.

Perbedaan Rusunami & Rusunawa
Rusunami biasanya dibangun oleh kelompok perusahaan pengembang (developer), sedangkan Rusunawa dibangun oleh pemerintah (biasanya oleh Pemda bekerja sama dengan Kementerian Perumahan Rakyat).

Rusunawa Bandung

Bagi Kota Bandung dengan luas lahan sangat terbatas dan kebutuhan hunian yang representatif, perlunya terus mengembangkan pola pembangunan perumahan dari horisontal menjadi vertikal, baik berupa rumah susun sederhana (rusuna) sewa maupun milik atau apartemen. Pola ini diharapkan akan memperbesar daya tampung sekaligus mengendalikan munculnya kawasan hunian yang tidak teratur dan kumuh.

Rusunawa solusi terbaik menyediakan fasilitas hunian pada lahan terbatas. Terlebih Kota Bandung yang sedang berupaya keras merealisasikan perluasan ruang terbuka hijaunya  yang kini baru 9,21 persen
Rusunawa akan menyediakan ruang terbuka lebih luas, udara yang lebih sehat dan segar. Kondisi yang menurutnya bisa mendorong mahasiswa penghuni rusunawa nyaman belajar dan produktif, memberi pengalaman bersosialisasi baik antar mahasiswa maupun dengan warga sekitar,

Kota Bandung dikatakannya, saat ini telah memiliki rencana peta sebarannya hunian vertikal. Sedikitnya ada 11 lokasi yang telah ditetapkan bahkan sudah ada yang direalisasikan, Rusunawa Indal di Jalan Industri Dalam Kec Cicendo, Rusunawa Cingised di Cisaranten Kulon/Arcamanik sebanyak 5 Twin Blok-384 unit, Sadangserang/Coblong (1 TB-94 unit), Rancacili Kel Derwati/Rancasari (1 TB-74 unit). Apartemen Braga, Buahbatu Park (apartemen),  Rusunawa Mahasiswa Unpas (1 TB-98) dan Rusunawa (UPI  1 TB-70 unit). Lokasi lainnya direncanakan di kawasan Tamansari (Kebon Kembang, Linggawastu), Sadangserang II, Cicadas, Jamika dan Jalan Lebak.

Kesimpulan
Prioritas utama pembangunan Rusunami atau Rusunawa ditujukan pada kota-kota dengan tingkat urbanisasi dan kekumuhan yang tinggi seperti (Medan, Btam, Pelembang, Jabodetabek,Bandung, Semarang Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin dan Makasar) Selain daripada itu, agar pembangunan Rusun mencapai kelompok sasaran yang dituju, yakni masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, maka diperlukan upaya yang sinergis dan sistematis dari seluruh pemangku kepentingan agar harga sewa Rusunawa dapat dijangkau oleh kelompok sasaran dimaksud melalui berbagai penciptaaan iklim yang kondusif bagi berkembangnya pembangunan Rusunami & Rusunawa. memang sangat diperlukan dikota-kota yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi namun lahannya terbatas, demi untuk mengurangi penggunaan lahan secara berlebihan dan menambahkan perluasan ruang terbuka hijau. 

Sumber:
http://hanyblush.blogspot.com/2011/07/sekilas-mengenai-uu-no1-tahun-2011.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_susun_sederhana_milik#Daftar_Proyek_Rusunami
http://kalipaksi.me/2008/02/06/apa-beda-rusunami-dan-apartemen/
http://www.bandung.go.id/index.php?fa=berita.detail&id=1547

Peningkatan Daya-Literatur.pdf- Universitas Indonesia

Minggu, 09 November 2014

Kota Yang Telah Menerapkan RTH 30% Dari Luas Wilayahnya Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007

UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Visi Undang-Undang No. 26 tentang Penataan Ruang adalah terwujudnya ruang nusantara yang mengandung unsur-unsur penting dalam menunjang kehidupan masyarakat, sebagai berikut:
  1. keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya;
  2. kenyamanan: kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai;
  3. produktivitas: proses dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing;
  4. berkelanjutan: kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.
Untuk mendukung visi di atas, maka setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:
  • keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
  • keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan    sumber daya manusia; dan
  • perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat pemanfaatan       ruang. 
Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS)yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwaproporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk:
·         (1)     pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;
·         (2)     konservasi sumber daya alam; dan
·         (3)     pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan

Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :
  1. mengetahui Rencana Tata Ruang;
  2. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
  3. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan perencanaan Tata Ruang;
  4. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai dengan Rencana Tata Ruang di wilayahnya.
Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap orang wajib :
  1. menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
  2. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
  3. memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
  4. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan  dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui :
  1. pelibatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang
  2. peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
        (a)   partisipasi dalam penyusunan RTR;­
        (b)   partisipasi dalam   pemanfaatan ruang; dan
        (c)   partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.


PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN DAN IMPLIKASINYA
Perubahan paradigma dalam pembangunan wilayah dan kota, khususnya dalam penyediaan ruang terbuka hijau di wilayah kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang hendaknya dilaksanakan sepenuhnya oleh Bupati/Walikota dengan dukungan penuh dari pihak legislatif di masing-maisng daerah. Hal ini tentu saja dilaksanakan dengan melihat kondisi bio-geografi lingkungan dan sumber daya manusia di masing-masing wilayah dan hendaknya dikembangkan secara bertahap. Hal ini telah dilaksanakan oleh beberapa Bupati dan Walikota yang juga telah mendapat dukungan penuh dari badan legislatifnya, seperti kelima wilayah kota Provinsi DKI Jakarta, Surabaya, dan lain-lain. 
Penyusunan RTRW Kabupaten berlaku mutatis mutandis (Pasal 28 UUPR No. 26 Tahun 2007) untuk penyusunan RTRW Kota dengan penambahan muatan pada rencana-rencana:

            (1)  penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; 
            (2)  penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau; dan
       (3) penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial-ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
Model perencanaan tata ruang terakhir yang disepakati para Walikota di dunia (KLH, 2005) padaPenandatanganan Bersama Kesepakatan Lingkungan Hidup adalah dikenal dengan istilah Green City. Meskipun terdapat dua persepsi berbeda tentang istilah Kota Hijau ini, yaitu:
1     Sebagai visi (negara bagian di USA) menghijaukan kota-kota dengan menanam banyak tanaman dan       tumbuhan serta membangun taman-taman kota;
2     Negara-negara Eropa mempunyai persepsi ‘hijau’ sebagai “Kota yang Sehat” dan hampir bebas dari emisi polusi CO2, CO, N2O, dan lain-lain serta orientasinya pada penggunaan sarana angkutan dengan energi non-fosil.
Meskipun demikian sekitar dua dekade lalu beberapa walikota di beberapa negara sedang berkembang, seperti di benua Amerika Selatan dan di Asia telah berhasil mengembangkan lingkungan kota layak huni (habitable) atau apa yang disebut sebagai: ‘Kota Berwawasan Lingkungan’, sebagai contoh kota Curitiba (Brasilia)
Pada hakekatnya penyebab utama perencanaan dan perancangan permukiman kota adalah ketidakpedulian akan pentingnya sanitasi lingkungan yang “higienis”, yang kemudian secara sadar maupun tidak, menjadi perilaku (kebiasaan) warga yang tak terpuji. Lingkungan menjadi semakin buruk akibat tidak ditegakkannya peraturan perundang-undangan yang ada. Hal ini mengakibatkan beberapa permasalahan sebagai berikut:

(1)   kondisi sanitasi dasar lingkungan permukiman, menimbulkan masalah kesehatan yang serius;
(2)   persediaan air bersih yang minim (tak cukup bahkan tak ada);
(3)   sampah padat dan limbah cair tidak terkelola dengan baik (tak ada ‘sewerage system;
(4)   makanan tidak higienis (keracunan, pemakaian zat kimia/pengawet, pewarna, penyedap),
(5)   vektor penyakit (nyamuk, tikus, kecoak, dan lain-lain) tak terkendali;
(6)  sistem transportasi/ lalu lintas yang buruk dengan adanya kemacetan lalu lintas dan polusi udara;
(7) buruknya lingkungan kerja/ kantor (hal ini ditandai dengan berkembangnya bakteri legionellosi, yang         mengakibatkan sick building syndrome).
Hampir semua permasalahan di atas saling terkait dan merupakan akibat dari penyelenggaraan penataan ruang yang buruk. Oleh karena itu, dalam rangka menuju pembangunan “Kota Sehat”, maka diperlukan persyaratan ketat pembangunan sarana dan prasarana sanitasi kota.  

RUANG TERBUKA HIJAU
(RTH)
A. Pendahuluan
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:  
  • kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis; 
  • kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi; 
  • area pengembangan keanekaragaman hayati; 
  • area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan; 
  • tempat rekreasi dan olahraga masyarakat; 
  • tempat pemakaman umum; 
  • pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan; 
  • pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis; 
  • penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya; 
  • area mitigasi/evakuasi bencana; dan 
  • ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.

B. Istilah dan Definisi
Elemen lansekap, adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati; sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan elemen-elemen lainnya yang berbentuk padat maupun cair. 

Garis sempadan, adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas. 

Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. 

Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau. 

Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu. 

Kawasan perkotaan, adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 

Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 

Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 

Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan. 

Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah. 

Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang. 

Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama. 

Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras. 

Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter. 

Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa  7-12 meter. 

Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter. 

Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. 

Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 

Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air. 

Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. 

Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. 

Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu. 

Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus. 

Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk. 

Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. 

Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan. 

Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat selain mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur hara. Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur sebelum penanaman tanaman yang tetap (permanen). 

Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai. 

Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput. 

Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis. 


C. Fungsi dan Manfaat
RTH memiliki fungsi sebagai berikut: 

Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:  
  • memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota); 
  • pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar; 
  • sebagai peneduh; 
  • produsen oksigen;  
  • penyerap air hujan; 
  • penyedia habitat satwa; 
  • penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta; 
  • penahan angin.   
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu: 
  1. Fungsi sosial dan budaya: 
    • menggambarkan ekspresi budaya lokal; 
    • merupakan media komunikasi warga kota; 
    • tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam. 
  2. Fungsi ekonomi: 
    • sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur; 
    • bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain. 
  3. Fungsi estetika:
    • meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan; 
    • menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
    • pembentuk faktor keindahan arsitektural; 
    • menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. 
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati. 


D. Manfaat RTH 
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:  
  1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);  
  2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati). 

E. Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
  • Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. 
  • Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
  • Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. 
  • Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.

F. Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
  • Luas wilayah
  • Jumlah penduduk
  • Kebutuhan fungsi tertentu
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah 

Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut: 
  • ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat; 
  • proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; 
  • apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. 
  • Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. 
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk 

Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.  
  • 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
  • 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
  • 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan 
  • 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan 
  • 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu 

Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu. 

RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air. 

G. Prosedur Perencanaan
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut: 
  • penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat; 
  • penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; 
  • tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi: 
    • perencanaan; 
    • pengadaan lahan;
    • perancangan teknik; 
    • pelaksanaan pembangunan RTH; 
    • pemanfaatan dan pemeliharaan. 
  • penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan; 
  • pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 
    • mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing  daerah; 
    • tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya; 
    • tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH; 
    • memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH; 
    • tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis. 
ANALISIS RTH DI KOTA-KOTA INDONESIA

Kota Surabaya

RTH di Kota Surabaya sendiri telah mencapai 22,26 persen atau 171,68 hektar dari total luas wilayah kota. Surabaya unggul sebagai kota besar ramah lingkungan dan humanis. Surabaya saat ini mengembangkan penataan yang tersebar ke seluruh penjuru kota. Dengan demikian, warga kotanya bisa beraktivitas di wilayah masing-masing atau dekat dengan tempat tinggalnya. Pembangunan RTH di Surabaya tidak diaglomerasikan ke satu titik, melainkan menyebar dengan mengembangkan sentra komunitas di setiap titk strategis kota.

Di setiap titik strategis seluruh wilayah kota itu dibangun pula taman-taman lengkap dengan akses WiFi, pedestrian, dan jalur sepeda sebagai ruang terbuka hijau di luar ruang rekreasi, lapangan olahraga, dan pemakaman. 

Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan kualitas lingkungan akan lebih mudah apabila melibatkan peran serta masyarakat. Program-program seperti “Urban Farming”, “Surabaya Green and Clean”, “Surabaya Berwarna Bunga”, dan meningkatkan kembali implementasi 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam pengelolaan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota hijau yang sehat.

Itulah sebabnya saat ini Surabaya mendapat predikat sebagai "kota untuk warganya". Tak kalah penting, kota ini juga digelari The Most Green and Livable City in Indonesia.

Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 07 tahun 2002, tentang pengelolaan ruang terbuka hijau disebutkan bahwa ruang terbuka hijau tak hanya berupa hutan kota, melainkan kawasan hijau yang berfungsi sebagai pertamanan, rekreasi, permakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan.

Dalam ruang terbuka hijau diwajibkan adanya kegiatan penghijauan yaitu tentunya dengan budidaya tanaman sehingga terjadi perlindungan terhadap kondisi lahan. Peraturan daerah itu menyebutkan dengan jelas bahwa pengelolaan ruang terbuka hijau menjadi tanggungjawab tak hanya pemerintah, bahkan sektor swasta, dan warga yang bertempat tinggal di Kota Surabaya.

Kota Bandung

Saat ini Kota Bandung baru memiliki sekitar 1700 hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk kota yang memiliki luas 16.729,65 hektare ini adalah sekitar 6000 hektare. data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup 2007, ruang terbuka hijau di Kota Bandung kini tersisa 8,76 persen. Padahal idealnya sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau seluas 30 persen dari total luas kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Ruang tebuka hijau di Metropolitan Bandung terdiri dari kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Pada kenyataannya ruang terbuka hijau pada kawasan lindung beralih fungsi menjadi
kawasan terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama ini berfungsi sebagai resapan air,
tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun ke bumi. Hal ini mengakibatkan
terjadinya banjir di beberapa titik.

Jika Kota Bandung tanpa RTH, sinar matahari yang menyinari itu 90% akan menempel di aspal, genting rumah, dan bangunan lainnya yang ada. sementara sisanya yang 10% akan kembali ke angkasa. Hal itu memicu udara Kota Bandung menjadi panas. Namun, jika bandung memiliki RTH sesuai dengan angka ideal, maka sinar matahari itu 80% diserap oleh pepohonan untuk fotosintesis, 10% kembali ke angkasa, dan 10% nya lagi yang menempel di bangunan, aspal dan lainnya.

Menurut data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Bandung 2006, akibat berkurangnya persentase ruang terbuka hijau di Bandung, setiap tahun permukaan tanah di Kota Kembang ini menyusut sekitar 42 sentimeter. Di Babakan Siliwangi sendiri permukaan air tanah berada pada kedudukan 14,35 meter dari sebelumnya 22,99 meter. Menurut data yang dilansir Greenlife Society setidaknya 90 pusat perbelanjaan di Bandung itu masih berhutang 85 ribu meter persegi ruang hijau.

Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan menghasilkan emisi karbon-dioksida 5,6 juta ton/ tahun. Ilustrasi lain, sebuah kendaraan bermotor yang memerlukan bahan bakar 1 liter per 13 km dan tiap hari mememerlukan BBM 10 liter maka akan menghasilkan emisi karbon-dioksida sebanyak 30 kg/hari atau 9 ton/tahun. Bisa dibayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung di jalanan yang sering macet kita asumsikan 500.000 kendaraan, maka dari sektor transportasi Kota Bandung menyumbang emisi karbon-dioksida ke atmosfer sebanyak 4,5 juta ton/ tahun.
Singkatnya, kondisi hutan Kota Bandung benar-benar kritis, jauh dari angka ideal yang dibutuhkan warga kota yang telah mencapai lebih dari 2,3 juta jiwa. Istilah lainnya, wilayah RTH di Kota Bandung ini masih sedikit. Dan saat ini jumlah pohon perlindung sebanyak 229.649 pohon. Padahal, idealnya kata Kepala Dinas Pertamanan Kota Bandung, Drs. Ernawan, jumlahnya 920.000 pohon pelindung atau 40% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut dihitung dengan rumusan 2,3 juta jiwa dikali 0,5 kg oksigen dikali 1 pohon dibagi 1,2 kg, sama dengan 2,3 juta kali 0,4 kg oksigen dikali 1 pohon, menghasilkan 920.000 pohon.

Kota Malang

Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol, dengan struktur menyerupai/meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis.  Pengertian ini sejalan dengan PP No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota yang menggariskan hutan kota sebagai pusat ekosistim yang dibentuk menyerupai habitat asli dan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Penempatan areal hutan kota dapat dilakukan di tanah negara atau tanah private yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang. Sebagai unsur RTH, hutan kota merupakan suatu ekosistim dengan sistim terbuka. Hutan kota diharapkan dapat menyerap hasil negatif akibat aktifitas di perkotaan yang tinggi. Tingginya aktifitas kota disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan industri yang sangat pesat di wilayah perkotaan. Dampak negatif dari aktifitas kota antara lain meningkatnya suhu udara, kebisingan, debu, polutan, kelembaban menurun, dan hilangnya habitat berbagai jenis burung dan satwa lainnya karena hilangnya vegetasi dan RTH (Zoer’aini, 2004; Sumarni, 2006).

Ruang terbuka hijau di kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan air tanah pada musim kemarau.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan kapasita infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan air tanah di kota Malang.

Jenis penelitian ini adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal ini kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang. Metode pengambilan sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) menggunakan metode purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang. Untuk mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau dan eksisting ruang terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun) kemudian analisis data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) dihitung dengan menggunakan metode Horton yang kemudian dipresentasikan agihannya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan penyusutan ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995 sampai 2005 sebesar 4,6% dari total luas ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995. Kapasitas infiltrasi kota Malang bervariasi, kapasitas infiltrasi tertinggi di Hutan Arjosari Blimbing sebesar 1797,81 cm/hari, sedangkan kapasitas infiltrasi terendah pada Taman Serayu yaitu sebesar 30,64 cm/hari. Tingkat infiltrasi kota Malang termasuk kelas sangat tinggi atau >53 mm/jam, hal ini menunjukkan bahwa kota Malang merupakan daerah resapan air yang sangat baik. Total kontribusi ruang terbuka hijau dengan luas keseluruhan 49277,5 m2 memberikan supplay air tanah sebesar 13594,536 m3/jam.

Kesimpulan
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, untuk menunjang kehidupan masyarakat yang aman dan nyaman, dibutuhkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%.

Pengertian Ruang terbuka hijau itu sendiri adalah Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
RTH sendiri memiliki fungsi utama sebagai paru-paru kota, pengatur iklim mikro, sumber oksigen, resapan air dan penyerap polutan dsb.

Melihat kondisi di Indonesia tinggi akan polusi udaranya akibat gas buangan kendaraan yang padat serta bencana alam banjir yang sering terjadi, tentunya Program RTH ini wajib dilaksanakan. Tetapi saat ini RTH minimal 30% belum dapat dicapai kota-kota yang ada di Indonesia, akibat pembangunan RTH yang tidak bertahap dan tidak konsisten serta pengerukan tanah untuk bangunan-bangunan dan infrastruktur kota.