JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi
tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa
atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
( Sumber: UU No. 3 Tahun 1992)
FILOSOFI JAMSOSTEK
JAMSOSTEK dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk
mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang
lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun
keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh
sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain.
Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program
JAMSOSTEK dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua,
yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang
rendah.
SEJARAH
PERGANTIAN JAMSOSTEK KE BPJS
Sejarah terbentuknya BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu
bernama Jamsostek mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU
No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP
No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan
buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964
tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU
No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya
asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut
landasan hukum, bentuk
perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh
suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP)
No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja
(ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk
mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah
penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK).
Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT. Jamsostek sebagai badan
penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan
keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan
penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan
yang hilang, akibat risiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga
menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal
34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat
memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam
meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.
Kiprah Perusahaan yang mengedepankan kepentingan dan hak
normatif Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT.
Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup
Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari
Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja
dan keluarganya.
Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1
Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek
tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja,
yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli
2015.[1].
Pada tahun 2014 pemerintah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
sebagai program jaminan sosial bagi masyarakat sesuai UU No. 24 Tahun 2011,
Pemerintah mengganti nama Askes yang
dikelola PT. Askes Indonesia (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan dan mengubah Jamsostek yang
dikelola PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
SYARAT-SYARAT
KESELAMATAN KERJA
1. Mencegah
dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah,mengurangi
dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah
dan mengurangi bahaya peledakan
4. Memberikan
kesempatan atau jalan penyelamatan diri waktu kebakaran atau kejadian-kejadian
lain yang berbahaya
5. Memberikan
pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi
alat-alat perlindungan diri pada pekerja
7. Memperoleh
penerangan yang cukp dan sesuai
8. Menyelanggarakan
suhu dan lembab udara yang baik
9. Memeliharaan
kebersihan, kesehatan dan ketertiban
JENIS
PERLINDUNGAN KERJA
Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja
yaitu sebagai berikut :
1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan
yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan
pekerja/buruh mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada
umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
Perlindungan sosial disebut juga dengan kesehatan kerja.
2. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan
yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar
dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang
dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan
kerja.
3. Perlindungan ekonomis, yaitu
suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan
kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna memnuhi keperluan
sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak
mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini
biasanya disebut dengan jaminan sosial.
(Zaeni
Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2007, hal 78)
JENIS –
JENIS JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (Program JPK)
Program JPK memberikan perlindungan bagi tenaga kerja
terhadap risiko mengidap gangguan kesehatan atau penyakit yang berakibat
terganggunya kemampuan produktifitas kerja. Manfaat JPK berupa pelayanan
kesehatan untuk tindak pengobatan yang bersifat promotif serta kuratif. Tindak
pengobatan yang dijamin mencakup rawat jalan, rawat inap, persalinan serta
imunisasi/vaksinasi. Bentuk program JPK dilaksanakan dalam 3 model,
yaituprogram Jamsostek yang diselenggarakan oleh
PT.Jamsostek, program Asuransi Kesehatan yang diselenggarakan oleh
lembaga Asuransi yang ditunjuk oleh pemberi kerja, serta program JPK
Mandiri yang diselenggarakan langsung oleh pemberi kerja secara swakelola.
Pembiayaan program JPK melalui pembayaran iuran kepada pihak penyelenggara yang
ditanggung oleh pemberi kerja. Program JPK sifatnya berlaku
menyeluruh bagi tenaga kerja sesuai kebutuhan medik, dan diselenggarakan
berdasarkan prinsip ekuitas dimana manfaat pelayanan kesehatan yang diterima
ditetapkan berdasarkan kontribusi iuran.
Jaminan
Kecelakaan Kerja (Program JKK)
Program JKK memberikan perlindungan bagi tenaga kerja
terhadap risiko mengalami kecelakaan kerja serta mengidap berbagai penyakit
yang timbul akibat hubungan kerja. Manfaat JKK berupa pelayanan kesehatan
menyeluruh serta rehabilitasi medis sehubungan kecelakaan yang di derita tenaga
kerja. Disamping pelayanan jasa medik, tenaga kerja mendapatkan santuan tidak
mampu bekerja selama menjalani masa perawatan dan pemulihan. Pembiayaan program
JKK melalui pembayaran iuran kepada pihak penyelenggara yang ditanggung oleh
pemberi kerja
Jaminan Kematian
(Program JK)
Program JK memberikan perlindungan bagi tenaga kerja terhadap
risiko meninggal dunia akibat sakit atau kecelakaan kerja. Manfaat JK berupa
pemberian satunan sekaligus kepada keluarga atau ahli waris pada saat tenaga
kerja meninggal dunia. Pemberian santunan kematian bertujuan membantu
meringankan beban finansial pihak keluarga atau ahli waris yang
ditinggalkan. Pembiayaan program JK melalui
pembayaran iuran kepada pihak penyelenggara yang ditanggung oleh pemberi kerja
Jaminan Hari Tua
(Program JHT)
Program JHT memberikan perlindungan bagi tenaga kerja pada
saat memasuki masa purna bhakti. Manfaat JHT berupa pemberian bekal dana tunai
dalam bentuk pembayaran sekaligus kepada tenaga kerja atau keluarga dan ahli
waris. Pembiayaan program JHT melalui pembayaran iuran kepada pihak
penyelenggara yang ditanggung bersama oleh tenaga kerja dan pemberi kerja.
Jaminan Pensiun
(Program Pensiun)
Program Pensiun memberikan jaminan kesinambungan pembayaran
penghasilan bagi tenaga kerja pada saat memasuki usia pensiun. Manfaat program
pensiun berupa pembayaran uang pensiun berkala kepada tenaga kerja atau
keluarga dan ahli waris pada saat tenaga kerja memasuki masa usia pensiun.
Pembiayaan program pensiun melalui pembayaran iuran kepada pihak penyelenggara
yang ditanggung bersama oleh tenaga kerja dan pemberi kerja. Penyelenggara
program pensiun dapat dilakukan melalui 2 instansi, yaitu Dana Pensiun
Lembaga Keuangan (DPLK) yang terdaftar di Departemen Keuangan
dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) yang merupakan lembaga
pengelola dana pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja. Jenis program pensiun
terdiri dari Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)dan Program Pensiun
Manfaat Pasti (PPMP).
KETENTUAN
PENYELENGGARAAN SERTA KEPESERTAAN TENAGA KERJA
Kepesertaan
bersifat wajib (compulsory)
Sesuai UU No.3 Tahun 1992 dan PP No.36 Tahun 1995
pemberi kerja wajib pendaftarkan tenaga kerja sebagai peserta program JPK,
program JKK, program JK serta program JHT yang diselenggarakan oleh
PT.Jamsostek. Pemberi kerja dapat menyelenggarakan program JPK diluar program
Jamsostek dengan ketentuan program JPK tersebut memberi manfaat/faedah lebih
baik dari yang diselenggarakan oleh PT.Jamsostek
Kepesertaan
bersifat tidak wajib (non compulsory)
Pemberi kerja yang mempunyai kemampuan finansial untuk
penyediaan fasilitas kesejahteraan dapat menyertakan tenaga kerja dalam program
pensiun yang ketentuan dan pelaksanaannya mengacu pada UU No.11 Tahun
1992 tentang Dana Pensiun.
Asuransi
Kecelakaan Diluar Hubungan Kerja (Asuransi AKDHK)
Asuransi AKDHK adalah jaminan yang memberi perlindung bagi tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan kerja pada waktu diluar hubungan kerja.
Program ini sebagai pelengkap dari program JKK yang diselenggarakan
PT.Jamsostek yang menjamin tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada waktu
hubungan kerja. Asuransi AKDHK ditetapkan berdasarkan Perda No.7
Tahun 1989 serta SK Gubernur DKI No.2 Tahun 1990 dan sebagai penyelenggara
ditunjuk PT. Asuransi Bumi Putera Muda (BUMIDA). Guna memenuhi ketentuan
normatif dibidang ketenagakerjaan, maka pemberi kerja wajib menyertakan tenaga
kerja dalam asuransi AKDHK.
DASAR HUKUM
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Jaminan sosial tenaga kerja termasuk hukum asuransi. Jaminan
sosial tenaga kerja diatur secara umum dalam Buku I Bab 9 pasal 246-286 KUHD
yang mengatur segala jenis asuransi secara umum. Adapun beberapa peraturan
perundangan yang lebih spesifik jaminan sosial tenaga kerja adalah sebagai
berikut :
1. Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.
2. Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
3. Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
4. Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 Tentang Penetapan dan Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
6. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Perubanahan Kedelapan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
7. Peraturan
Menteri Nomor PER-12/MEN/VI/2007 Tentang Petunjuk Teknis Pendaftaraan Kepesertaan,
Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja
8. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-150/MEN/1999 Tentang Penyelenggaraan Program
Jamianan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu
9. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-169/MEN/1999 Tentang Penyelenggaraan Program
Jamianan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
10. Surat
Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI Nomor B.337/DJPPK/IX/05
11. Surat
Keputusna Direksi PT JAMSOSTEK (Persero) Nomor KEP/330/122010 Tentang Penetapan
Pemberian Hasil Pembangunan Dana Untuk Saldo Jamina Hari Tua (JHT) Tahun 2010 dan
Penetapan Pembayaran Saldo Jaminan Hari Tua (JHT) Tahun 2011
12. Keputusan
Direksi PT JAMSOSTEK (Persero) Nomor KEP/310/102011 Tentang Pemberian Manfaat
Tambahan Bagi Peserta Program JAMSOSTEK
BERAKHIRNYA
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
1.
Jangka
Waktu Habis
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun
2012 terdapat syarat-syarat tertentu dalam program jaminan hari tua. Seperti
telah mencapai usia 55 tahun, cacat tetap, dan buruh/pekerja meninggal. Karena
program jaminan hari tua merupakan jaminan jangka panjang yang akan dibayarkan
santunannya apabila terdapat buruh yang telah berusia 55 tahun. Jangka waktu
tersebut telah ditentukan dengan batas usia buruh, apabila telah mencapai usia
tersebut seorang buruh tidak akan membayar premi jaminan hari tua. Akan tetapi
sebaliknya, buruh tersebut akan mendapat manfaat dari jaminan hari tua.
2.
Terjadi
Evenemen Diikuti Dengan Klaim
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dan
Jaminan Kematian akan berakhir apabila terjadi evenemen dan dilanjutkan dengan
klaim. Evenemen-evenemen harus terkait ketiga program tersebut, yakni
kecelakaan, sakit, atau meninggal dunia. Karena santunan akan dibayarkan oleh
Badan Penyelenggara apabila terjadi risiko.
SISTEM PENGUPAHAN
Sistem upah merupakan kebijakan dan strategi yang menentukan
kompensasi yang diterima pekerja. Kompensasi ini merupakan bayaran atau upah
yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas hasil kerja mereka.
Landasan sistem pengupahan di Indonesia adalah UUD, Pasal 27
ayat 2 dan penjabarannya dalam hubungan Industrial Pancasila. Sistem pengupahan
pada prinsipnya haruslah:
-
mampu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan
keluarganya;
-
mencerminkan pemberian imbalan terhadap hasil kerja
seseorang; dan
-
memuat pemberian insentif yang mendorong peningkatan
produktivitas kerja dan pendapatan nasional.
MACAM –
MACAM BENTUK UPAH
a. Upah
Berdasarkan Waktu, upah ini
dihtung berdasarkan banyaknya waktu/jam yang diberikan pekerja terhadap
perusahaan, dapat dihitung berdasar per jam, per minggu, per bulan.
b. Upah
Berdasarkan Hasil, didasarkan
atas hasil yang diperoleh pekerja secara kuantitas/jumlah dalam kurun waktu
produksi secara individu maupun team.
c. Bonus, merupakan upah tambahan yang
diberikan kepada karyawan disamping gaji tetap yang sudah diterima sebagai
penghargaan.
d. Pembagian Keuntungan.
PENGGOLONGAN
BENTUK UPAH PEKERJA
a.
Upah dan
Gaji
Sistem pengajian di Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji
pokok yang didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Pangkat seseorang
umumnya didasarkan pada tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Dengan kata
lain, penentuan gaji pokok pada umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip teori
human capital, yaitu bahwa upah atau gaji seseorang diberikan dengan tingkat
pendidikan dan latihan yang dicapainya.
b.
Tunjangan
dalam Bentuk natura
Tunjangan dalam betuk natura seperti beras, gula, garam, dan
pakaian pada mulanya diberikan terutama buat karyawan perkebunan yang tempatnya
terpencil atau jauh dari kota. Ditempat terpencil seperti itu, pengadaan
barang-barang tersebut sangat sulit, sehingga harganya pun menjadi sangat
tinggi bahkan kadang mencapai dua kali lipat lebih mahal. Oleh sebab itu,
tujuan pemberian tunjangan dalam bentuk natura adalah: pertama, untuk
menghindari karyawan dari permainan harga oleh pedagang; kedua, untuk menjamin
pengadaan kebutuhan yang paling primer dari karyawan dan keluarganya; ketiga,
untuk menghemat waktu para pekerja untuk berbelanja dikota.
Dengan adanya tingkat inflasi yang sangat tinggi dan tidak
teratur sejak akhir tahun 1950-an, maka untuk menjaga upah riel terhadap
inflasi, Pemerintah sejak tahun 1960-an memberikan tunjangan dalam bentuk
natura kepada pegawai negeri.
c.
Fringe
Benefits
Fringe benefits adalah berbagai jenis keuntungan diluar gaji
atau upah yang diperoleh seseorang sehubungan dengan jabatan dan pekerjaannya.
Fringe benefits ini dapat berbentuk dana yang disisihkan oleh pengusaha untuk
pensiun, asuransi kesehatan, upah yang dibayarkan pada hari libur, sakit, cuti,
dan waktu istirahat, kendaraan dinas, perumahan dinas, dan sebagainya. Fringe
benefits ini berbeda jumlahnya. Nilai tiap jenis benefits yang diterima oleh
setiap orang sukar dihitung.
d.
Kondisi
Lingkungan kerja
Kondisi lingkungan kerja yang berbeda disetiap perusahaan
dapat memberikan tingkat kepuasan yang berbeda juga bagi setiap karyawan.
Kondisi lingkungan kerja dalam hal ini dapat mencakup lokasi perusahaan dan
jaraknya dari tempat tinggal, kualiats, dan sebagainya. Aspek ini lebih sulit
lagi untuk diukur. Sama halnya dengan Fringe benefits, pperbaikan-perbaikan
kondisi lingkungan kerja oleh perusahaan merupakan tambahan biaya perusahaan,
dan oleh sebab itu, meningkatkan biaya tenaga kerja per unit barang yang
diproduksikan.
Bagi pekerja atau karyawan, yang sering dianggap sebagai gaji
adalah gaji bersih. Nilai yang diterima dalam bentuk Fringe benefits dan
kondisi lingkuagan kerja jarang dianggap sebagai bagian dari upah atau
penghasilan. Sebaliknya bagi pengusaha, semua biaya yang dikelurkan sehubungan
dengan memperkerjakan seorang karyawan, seperti pembayaran gaji dalam bentuk
uang. Tunjangan dalam bentuk natura, Fringe benefits dan kondisi lingkkungan
kerja dpandang sebagai bagian dari upah.
STRUKTUR
UPAH
Struktur upah dibagi menjadi dua, yaitu: Stuktur Upah
Internal dan Struktur Upah Eksternal.
Struktur
Upah Internal
Dalam sebuah organisasi biasanya terdapat struktur upah yang
teratur. Kriterianya didasarkan atas isi jabatan. Semakin berat tanggung jawab
pekerjaan, maka semakin tinggi upahnya. Struktur pengupahan semacam ini
menikuti pad astruktur organisasi yang menjadi wadahnya.
Struktur
Upah Eksternal
Tingkat upah antar perusahan sangat beragam. Untuk sesuatu
jenis keterampilan, jenis jabatan, lapangan usaha tertentu terkait dalam suatu
struktur tertentu.
Sektoral
Struktural upah sektoral mendasarkan diri pada kenyataan
bahwa kemampuan satu sektor dengan sektor lain. Misalnya saja di sektor
pertanian, pada umumnya orang yang mempunyai keterampilan/kemampuan lebih akan
ditawarkan tingkat upah lebih tinggi daripada yang tidak mempunyai keterampilan
khusus. Selain itu juga, bank swasta cenderung memberikan tingkat upah yang
lebih tinggi daripada bank milik negara/emerintah yang bergerak disektor
pertanian rakyat.
Jenis
Jabatan
Upah juga berbeda karena perbedaan jenis jabatan. Dalam
batas-batas tertentu jenis-jenis jabatan sudah mencerminkan jenjang
organisatoris atau keterampilan. Misalnya, sama-sama berlatar belakang
pendidikan teknik, yang satu menjabat sebagai kepala bagian operasi di lapangan
dan kepala bagian perawatan mesin. Hal ini akan mempengaruhi struktur upah
antar yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini, jenis jabatan hanyalah
merupakan simbol dari berbagai faktor, seperti isi jabatan, jenis keterampilan,
dan sebagainya. Jadi, perbedaan upah karena jenis jabatan merupakan perbedaan
formal.
Geografis
Perbedaan lainnya mungkin disebabkan karena letak geografis
pekerjaan. Sama-sama pengetik yang mempunyai kemampuan sama seringkali menerima
upah berbeda. Misalnya, dokota besar cenderung memberikan upah yang lebih
tinggi daripada kota kecil atau pedesaan.
Seks
Hanya karena perbedaan seks, seringkali upah golongan wanita
lebih rendah daripada upah yang diterima laki-laki.
DINAMIKA
PENGUPAHAN
Struktur upah tidak statis melainkan dinamis. Beberapa
penyebab dinamiknya pengupahan adalah sebagai berikut.
1. Produktivitas merupakan sumber yang dapat
menambah pendapatan perusahaan, maka bila produktivitas naik, maka upah juga
cenderung naik. Produktivitas berubah karena perbaikan dalam modal insan yang
terbenam dalam tenaga kerja atau karena perubahan teknologi.
2. Besarnya
Penjualan. Penjualan merupakan sumber pendapatan usaha yang menentukan
kemampuan membayar.
3. Laju
Inflasi. Bagi rumah tangga, daya beli merupakan unsur yang penting dari upah
yang diterimanya dan bukan upah nominalnya. Oleh karena itu, laju inflasi yang
digunakan untuk mendeflasika upah nominal menjadi upah riil sangat penting.
4. Sikap
Pengusaha. Kecepatan perubahan tingkat upah tergantung sikap pengusaha dalam
menghadapi hal-hal yang dapat mengakibatkan upah berubah.
PERBEDAAN
TINGKAT UPAH
Kenyataan yang dapat disaksikan adalah bahwa terdapat
perbedaan tingkat upah. Perbedaan tingkat upah tersebut terjadi karena:
1. perbedaan tingkat pendidikan, latihan dan/
pengalaman kerja.
2. tingkat
upah di tiap perusahaan berbeda menurut persentase biaya pekerja terhadap
seluruh biaya produksi. Semakin kecil proporsi biaya pekerja terhadap biaya
keseluruhan, semakin tinggi tingkat upah.
3. perbedaan
proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya. Semakin besar proporsi
keuntungan terhadap penjualan dan semakin besar jumlah absolut keuntungan,
semakin tinggi tingkat upah.
4. perbedaan
tingkat upah dapat juga berbeda karena perbedaan peranan pengusaha yang
bersangkutan dalam menentuka harga. Misal, tingkat upah dalam
perusahaan-perusahaan monopoli dan oligopoli cenderung untuk lebih tinggi
daipada tingkat upah perusahaan yang sifatnya kompetisi bebas.
5. tingkat
upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan besar
cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang lebih tinggi daripada
perusahaan kecil.
6. tingkat
upah yang dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan.
Semakin efektif manajemen perusahaan, semakin efisien cara-cara penggunaan
faktor produksi, dan semakin besar upah yang dapat dibayarkan kepada para
pekerja.
7. perbedaan
kemampuan atau kekuatan serikat pekerja juga dapat mengakibatkan perbedaan
tingkat upah. Dengan kata lain, tingkat upah di perusahaan-perusahaan yang
serikat pekerjanya kuat, biasanya lebih tinggi daripada tingkat upah
diperusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya lemah.
8. tingkat upah dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan. Semakin langka
tenaga kerja dengan keterampilan tertentu, semakin tinggi upah yang ditawarkan
pengusaha.
9. tingkat upah dapat berbeda sehubungan dengan
besar kecilnya risiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan
pekerjaan. Semakin tinggi kemungkinan mendapat risiko, semakin tinggi tingkat
upah.
KESEJAHTERAAN PEKERJA
Kesejahteraan karyawan menurut UU no 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang
bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,
yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja
dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
PROGRAM
KESEJAHTERAAN KARYAWAN
Program kesejahteraan karyawan adalah balas jasa tidak
langsung atau imbalan di luar gaji atau upah yang diberikan kepada karyawan dan
pemberiannya tidak berdasarkan kinerja karyawan tetapi didasarkan pada
keanggotaannya sebagai bagian dari organisasi yang berguna untuk memenuhi
kebutuhan karyawan di luar upah/gaji.
1.
Program
Kesejahteraan yang bersifat Ekonomis
Menurut Heidjrahman dan Suad Husnan dalam Ardana, dkk.
(2012:238), “Program kesejahteraan yang bersifat ekonomis dirancang dan
diselenggarakan untuk melindungi keamanan ekonomi dari para karyawan. Karena
disadari bahwa tidak ada sesungguhnya yang abadi di dunia ini, maka memiliki
pegangan dalam ketidakpastian merupakan hal yang sangat baik. Untuk itulah
dibentuk program-program yang antara lain juga digunakan untuk mengatasi
peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan.
” Sedangkan Moekijat (2010:161) berpendapat bahwa “Program
ini bertujuan untuk memberikan suatu keamanan tambahan ekonomi di atas
pembayaran pokok dan pembayaran perangsang serta hadiah–hadiah yang berhubungan
lainnya.”
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
program kesejahteraan karyawan yang bersifat ekonomis adalah program yang
diberikan dan dirancang untuk melindungi keamanan ekonomi karyawan. Yang
termasuk dalam jenis program kesejahteraan karyawan yang bersifat fasilitatif
ini adalah asuransi, program pensiun, tunjangan, pembayaran untuk waktu tidak
bekerja, dan lain-lain.
2.
Program
Kesejahteraan yang bersifat Fasilitatif
Menurut Handoko (2010:185), “Pelayanan-pelayanan fasilitatif
adalah kegiatan-kegiatan yang secara normal harus dilakukan karyawan sendiri
dalam kehidupan sehari-harinya.” Sedangkan menurut Moekijat (2010:161),“Program
fasilitatif ini adalah pelayanan yang biasanya sangat diperlukan oleh
pegawai–pegawai dan mereka akan berusaha memenuhinya sendiri apabila perusahaan
tidak menyediakan.”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa program kesejahteraan yang bersifat fasilitatif adalah sarana
yang disediakan perusahaan dan berguna untuk melayani karyawan dalam kehidupan
sehari-harinya. Yang termasuk dalam jenis program kesejahteraan karyawan yang
bersifat fasilitatif ini adalah sarana ibadah, rumah sakit, sarana olahraga,
perumahan, kredit rumah, dan lain-lain.
3.
Program
Rekreasi
Program rekreasi dikelompokkan ke dalam:
-
Kegiatan Olahraga. Kegiatan olahraga bisa dimaksudkan
untuk sekedar memelihara kesehatan atau bisa juga untuk mengejar
prestasi.
-
Kegiatan Sosial. Kegiatan sosial dapat dilakukan,
misalnya dengan darma wisata bersama-sama atau membentuk kelompok-kelompok
khusus seperti drama, musik, dan sebagainya.
TUJUAN
PROGRAM KESEJAHTERAAN PADA PEGAWAI MENURUT MALAYU S.P. HASIBUAN (2000:187)
1. Untuk meningkatkan
kesetiaan dan ketertarikan pegawai dengan perusahaan.
2. Memberikan
ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi pegawai beserta keluarganya.
3. Memotivasi
gairah kerja, disiplin dan produktifitas pegawai.
4. Menurunkan
tingkat absensi. Dan labour turn over.
5. Menciptakan
lingkungan dan suasana kerja yang baik serta nyaman.
6. Membantu
lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
JENIS
PROGRAM KESEJAHTERAAN
Ekonomis
|
Fasilitas
|
Pelayanan
|
Uang pensiun
|
Mushala/mesjid
|
Puskesmas/dokter
|
Uang makan
|
Kafetaria
|
Jemputan karyawan
|
Uang transportasi
|
Olahraga
|
Penitipan bayi
|
Uang Lebaran/Natal
|
Kesenian
|
Bantuan hukum
|
Bonus/Gratifikasi
|
Pendidikan/seminar
|
Penasihat keuangan
|
Uang duka kematian
|
Cuti/cuti hamil
|
Asuransi/astek
|
Pakaian dinas
|
Koperasi dan toko
|
Kredit rumah
|
Uang pengobatan
|
Izin
|
|
Sumber : Hasibuan (2007:188)
SUMBER
pengupahan-hindun-dan-alfiya.docx